Found out this note that I wrote back in 2010, I still feel the same way.
Setiap kali pulang ke Indo – aku selalu diingatkan akan jurang perbedaan antara kaya dan miskin. Menurutku aku termasuk golongan yang kaya, yah antara menegah ke menengah atas lah. Bukannya bermaksud menyombongkan diri tapi ini adalah realita, keluarga aku memang berkecupukan. Melihat orang-orang sekitar di Indo, kadang aku sulit mengerti kenapa bisa sebegitu besar perbedaan finansial aku dengan orang lain.
Sulit dimengerti, lebih sulit untuk dicerna. Contohnya, tante saya dapat hadiah menginap di hotel berkelas di Surabaya, sangat bagus – saya ikut kecipratan juga merasakan tinggal di hotel bintang lima ini. Tinggal di hotel ini serarasa tinggal di surga. Keluar dari hotel aku serasa menginjakkan kaki ke neraka. Hanya bebarapa ratus meter di luar hotel terlihat pedagang kaki lima, anak2 kecil dan orang2 berusaha menyambung nafkah di bawah terik matahari dan bau asap kendaraan bermotor.
Yang menyentuh perhatian saya adalah, tadi saya melihat bapak, ibu dan 3 orang anak lelakinya. Ayahnya sepertinya punya usaha tambal ban di pinggir jalan. Ayah menyuapi anaknya, salah satu anaknya tertidur pulas di pinggir jalan, sang istri menggendong anak yg paling kecil (masih bayi). Tambal ban.. berapa penghasilan yg dapat diperoleh sang suami setiap harinya? Tentunya dia tidak pernah merasakan empuknya bantal dan dinginnya AC di hotel yang baru saya tinggali.
Kehidupan di Australia sangatlah berbeda – tentu ada orang miskin di Australia, tapi saya yakin semiskin-miskinnnya orang di Australia, hidupnya tak akan lebih susah dengan kaum miskin di Indonesia.
Bagaimanakah seorang yang kaya hidup di Indonesia? Saya rasa hidup di Indonesia bagi saya pribadi akan menekan batin. Saya mau menikmati hidup, siapa sih yang tidak mau? Tapi mampukah saya 100% menikmati yang saya punya ketika saya dikelilingi orang yang berkesusahan? Haruskah saya menutup mata dan telinga?
Kadang saya juga tidak habis pikir melihat keborjuan orang kaya di Indo – bangun rumah kaya istana sampai pake satpam segala – padahal di sampingnya kampung yang banyak orang miskinnya.
Seperti pikiran2 saya yang lain – saya tak punya jawabannya.